Keluarga vs Bisnis & Mitos Work Life Balance

Sewaktu anakku masih TK, aku memarahinya hingga teriak keras gara-gara sesuatu yang dia lakukan. Dalam sekejap aku lupa, dia masih anak TK, masih sangat kecil. Dan aku berharap dia mengerti apa yang aku ingin dan harapkan.

Setiap aku menasehatinya, dia hanya diam dan pura-pura tidak peduli. Itu yang sering membuatku emosi, hingga terjadi luapan kemarahan.

Minggu berikutnya aku dan istri memutuskan untuk berkonsultasi dengan psikolog anak. Aku shock saat diberitahu bahawa akar permasalahannya adalah aku kurang dekat dengan anakku. Aku terlalu jauh, dan anakku sangat dengan istriku. Tak kusangka sebegitu jauhnya aku dan anakku, padahal secara fisik hampir 24 jam kami bersama. Aku bekerja di rumah, ruang kerja yang satu tempat dengan ruang bermain dan berkegiatan anakku. Ditambah lagi semasa pandemi, kami benar-benar terkurung di rumah, dan selalu bersama “secara fisik”.

Saat itu tersadar, secara fisik aku ada dan bersama, tapi secara pikiran aku tidak hadir. Waktu sebagian besar dihabiskan di depan laptop. Bahkan saat di waktu bersama anak, pikiran masih berada di bisnis yang sedang dibangun. Saat makan, saat antar jemput, saat nonton bareng, pikiran dan fokus masih ke Kledo.

Jadinya wajib menerima kenyataan, bahwa work life balance itu tidak ada. Fokus, waktu, pikiran dan tenaga akan habis di bisnis. Di sisi lain aku juga takut kehilangan masa bersama anak-anak. Sehingga aku mencari cara untuk tetap fokus di bisnis, tapi tetap bisa “hadir” dalam keluarga.

Aku membuat beberapa komitmen diri sendiri, misalnya selalu makan malam bersama, selalu menidurkan anak tiap malam, ada jatah fokus jalan-jalan tiap weekend. Ada moment main PS FIFA bersama. Dan sebagainya.

Baca juga  Software SaaS Yang Akhirnya Harus Dibayar Oleh Perusahaan SaaS

Salah satu saran dari psikolog kami, kebersamaan dengan anak itu tidak bisa mengalir saja. Perlu dijadwalkan dan direncanakan. Ibarat menabung kasih ke anak, ga bisa nabung itu pas ada duit aja, tapi emang harus disisihkan.

Beberapa tahun setelahnya, akhirnya aku berhasil merebut kembali hati anakku. Pencapaian yang bagiku berat dan luar biasa.

Yah, work life balance itu mitos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *